Kamis, 07 Agustus 2014

Saga (Part 2): Coklat



        

SAGA (Part 2): Coklat
NNaomi

          Ayolah, ayolah aku tidak bisa memimpikan sesuatu yang bisa membuatku mengabaikan gelap. Aku diam sejenak sambil memejamkan mata. Tiba-tiba gemuruh petir terdengar. Pertanda hujan, pikirku. Seingatku tepat di atasku ada jendela. Ku raba kaca jendela itu. Berharap tetesan air hujan masuk ke dalam celah kaca dan membasahi tanganku. Tapi tidak ada yang membasahi tanganku. Hanya dinginnya kaca yang bergandengan dengan jari jemariku.
           
             Cklek. Ada yang membuka pintu. Kegelapan membuatku tidak tahu siapa itu.
            “Saga, aku membawakanmu makanan” suara itu suara Rachell sahabatku.
            Aku diam saja.
            “Aku akan menyuapimu” sahutnya pelan.
            “Jangan sekarang Rachell. Bisakah kau nyalakan lampunya untukku? Di sini gelap sekali” jawabku.
            “Sagaa...” sekarang suaranya terdengar bergetar. Mimik mukanya tertutup gelap.
            “Tenang biar aku saja yang menyalakannya” aku mencoba berdiri. Aku berjalan sambil meraba-raba. Ketika aku mencari saklar, terasa hembusan angin dari celah pintu. Ku buka pintu itu. Ku abaikan saklarnya.
            “Saga, kau mau kemana?” tanya Rachell.
            “Aku ingin... melihat hujan, dan menyalakan semua lampu di rumah ini”
            Rachell tidak menjawab.
            Ternyata sangat sulit berjalan dalam kegelapan. Semakin lama aku berjalan, semakin takut kurasakan. Hingga kutemukan gagang pintu. Mungkin ini pintu keluar. Kubuka pintu itu secara perlahan. Terasa hembusan angin kencang menerpa tubuhku. Ku langkahkan kakiku menyentuh rumput. Ujung-ujung rerumputan menggelitik telapak kakiku yang telanjang. Dingin. Tetesan air hujan memukuli kepala dan pipiku. Ku pejamkan mata. Rasa sakit ini benar-benar nyata.
            “Saga! Apa yang kau lakukan? Masuklah  nanti kau sakit” ucap Rachell sambil menarik lenganku. Aku menahan tangannya.
            “Rachell, apa langit sedang sangat gelap?” tanyaku.
            “...ya” jawabnya sambil menggenggam tanganku sangat erat. Aku bisa mendengar Rachell menangis. Rachell akhir-akhir ini tiba-tiba cengeng seperti dulu.
Dulu ketika aku menghabiskan satu minggu tinggal bersama ayahku, karena Ibu dan Ayah bercerai. Bercerai karena Ayah tempramental. Tapi Ayah sangat menyayangiku--sungguh. Saat itu umurku 10. Aku sekelas dengan Rachell.  Rachell korban pembullyan di kelas, itu sebabnya dia mudah menangis dan ketakutan. Pada suatu waktu dia tau siapa pencuri uang temanku. Tapi, dia diancam. Akhirnya aku yang melapor pada guru dan anak yang mencuri uang di hukum. Karena tidak terima di hakimi, anak pencuri uang itu menaruh 5 permen karet ke rambut panjangku. Apa boleh buat ku gunting sendiri rambutku karena tak ingin  Ayah tau. Ibuku mengira aku telah dianiaya oleh Ayah. Sejak saat itu aku dilarang bertemu Ayah. Aku yakin Rachell, tapi dia tidak pernah bercerita. Sejak saat itu Rachell mencoba lebih berani dan menjadi akrab denganku. Aku merasa kejadian itu baru terjadi kemarin.
“Saga, ayo masuk” ajak Rachell. Kali ini aku menurut.
Rachell mengeringkan rambutku dengan handuk lalu berkata, “Apa kau ingin mengatakan sesuatu padaku?”
“Aku mengingat-ingat soal senja dan Grandma”
“Apa kau ingin ke pemakaman Grandma? Aku bisa mengantarmu”
            Aku menggelengkan kepala. Rachell menaruh cangkir hangat di tanganku.
            “Coklat akan membuatmu lebih tenang”
            Coklat hangat yang manis, mengapa hidup ini tidak semanis dan sehangat secangkir coklat hangat?
            “Apa yang sedang kau pikirkan, Saga?” ucap Rachell ketika melihatku bengong.
            “Aku tidak bisa bermimpi indah sekarang”
            “Saga, aku yakin mimpi-mimpimu akan kembali indah”
            “Kenapa kau begitu yakin?”
            “Saga, setelah hujan dan awan gelap pergi pasti pelangi akan muncul. Kau tau maksudku kan? Kebahagiaan itu akan hadir cepat atau lambat”                  
            “Tapi, bagaimana kau dapat bahagia ketika kau hanya melihat gelap? Bagaimana jika kau buta sepertiku, apa kau masih yakin dengan hal itu?”
            Rachell tak menjawab. Hanya suara tangisnya yang terdengar.
            “Ma..maafkan aku... Saga”


BERSAMBUNG