Selasa, 27 Mei 2014

Sebuah Cerpen: Ka...Kaki!



            
Ka...Kaki!
NNaomi 
         Hari ini aku dipindahkan kerja ke kantor baru di kawasan industri baru di Kota Karawang. Bayarannya lebih tinggi dari kantor lamaku. Hanya saja tempatnya lumayan jauh dari kos-kosanku. ± 40 menit bila ditempuh dengan motor. Tak apalah yang penting uangnya lancar.
            Kutelusuri jalan raya kawasan industri yang penuh dengan pepohonan rimbun. Rasanya sejuk sekali. Sampailah aku di tempat kerjaku yang baru. Kuparkir motorku dekat pos satpam.
            Di depan pos satpam berdiri laki-laki separuh baya yang berwajah orang jawa. Dia mengenakan peci. Satpam religi mungkin, pikirku.
            “Selamat pagi, Mba Ann”, sapa satpam berwajah jawa padaku.
            “Selamat pagi Pa... Pa Darmo”, jawabku sambil melihat name tagnya.
            “Mba karyawan baru?”, tanyanya
            “Iya nih, Pa. baru dipindahkan kesini”
            “Banyakin baca-baca ya, Mba”
            “Baca-baca?”, jujur saja, aku kurang mengerti soal agama, walaupun di KTPku tertera agamaku islam.
            “Banyak, banyak dzikir, sebut nama Allah”
            Karena tak ingin membicarakan itu, jadi kusudahi, “I..iya, makasih ya, Pa. Permisi, saya masuk dulu.”
            Syukurlah, hari pertamaku kerja lancar-lancar saja. Jam tanganku menunjukan pukul 05:50 PM. Langit sudah menggelap. Sebaiknya aku segera pulang.
            “Pulang, Mba? Sholat Magrib di sini saja, Mba”, sahut Pa Darmo.
            “Saya pulang saja, bisa-bisa kemaleman dijalan, Pa. Selamat malam, Pa”, jawabku sambil menjalankan motorku.
            “Mba..Mba....!”, teriak Pa Darmo memanggilku. Kuhentikan motorku.
            “Ada apa, Pa?”
            “Kalau ada yang ngalangin, klakson aja ya, Mba. Pelan-pelan aja”, jawab pak Darmo.
Aku hanya mengangguk lalu pergi. Kupikir ada yang tertinggal. Pak Darmo tipe satpam yang cerewet menurutku. Padahal aku karyawan baru di sini. Sudahlah kepalaku terlalu pening memikirkan Pa Darmo dan ocehannya.
Udara magrib ini terasa lebih dingin dari pagi tadi. Jalanan sepi sekali. Mungkin kebanyakan karyawan sholat magrib di perusahaan. Yah, sudahlah. Sepi lebih baik.
Kira-kira hari ini makan malam dengan apa ya?
“Ka...Kaki!”, sontak kubanting stir ke arah kanan. Aku menoleh ke belakang tanpa berhenti. Apa yang tadi itu? Mana mungkin kaki sungguhan. Pasti aku salah lihat karena tadi aku melamun soal makanan dan langit sudah gelap.
Keesokan harinya di parkiran Pak Darmo menyapaku lagi.
“Selamat pagi, Mba”
“Selamat pagi, Pak Darmo. O iya, Pa, sepertinya nanti aku bakal pulang telat. Jadi titip motor rada lama ya, Pa”
“Oh iya, Mba. Saya ndak ganti sip kok. Saya sampe malem”
“Saya masuk dulu ya, Pa”
Hari yang sangat-sangat melelahkan. Seperti ingin menyeret kaki menuju parkiran. Sekarang jam 07:10PM. Adzan isya baru saja berkumandang.
“Pa saya pulang dulu ya”
“Alon-alon kelaksone ya, Mba”
Apalah itu artinya, aku balas dengan senyuman lalu pergi.
Dijalan kawasan industri sangat gelap. Lampu hanya di pasang di jalan putar balik. Udaranya seperti ingin hujan. Kupercepat laju motorku. Ketika tiba-tiba ada yang sesuatu di depan.
“Ka...Kaki!”, Kubanting stir ke kanan. Tidak, tidak mungkin itu kaki. Aku berpikiran positif untuk menghilangkan rasa takut. Walaupun aku mencoba berpikiran positif, ada satu hal yang masih menggangguku. Sudah dua kali aku mungkin salah lihat. Tapi, keduanya yang kulihat kaki. Apa itu salah lihat?
Keesokan harinya aku diam saja ketika Pa Darmo menyapa.
Ketika pulang, aku menyempatkan sholat magrib di kantorku dan langsung pulang. Pa Darmo hanya tersenyum ramah ketika aku melewati posnya.
Di jalanan aku mencoba untuk fokus dan tidak memikirkan apa-apa agar aku tidak salah lihat lagi. Tiba-tiba aku melihat ada kaki di depan sana. Bulu kudukku merinding. Tidak salah lagi, itu kaki. Entah kenapa aku teringat kata-kata Pa Darmo, “Kelakson pelan-pelan”. Ku tekan klakson pelan-pelan dan kaki itu menghilang. Entahlah kaki siapa itu, aku tidak berani menghentikan motorku.
Keesokan harinya, aku ingin memastikan omongan Pa Darmo dan menceritakan kejadian kemarin kepadanya. Tapi, hari ini dia tidak ada di posnya. Di posnya hanya ada satpam muda. Mungkin Pa Darmo sakit.
Setelah pekerjaanku selesai, karena takut aku memutuskan sholat magrib di kantor lagi.
Ketika perjalanan pulang, aku melihat Pa Darmo dengan pakaian satpamnya sedang berjalan membelakangi motorku yang sedang melaju. Ku klakson dia. Tapi Pa Darmo tidak menoleh. Ketika sudah hampir dekat dengannya, ku hentikan motorku.
“Pa Darmo! Pa!”, kupanggil Pa Darmo.
            Pa Darmo tidak menoleh.
            “Asalamualaikum! Pa! Pa Darmo!”, kupanggil lagi.
            Pa Darmo menoleh lalu tersenyum padaku.
            “Pa, mau bareng ke depan?”, tanyaku.
            Pa Darmo mengangguk tapi tangannya menunjuk ke arah deretan pohon di sebelah kiriku. Aku menoleh ke arah deretan pohon di sebelah kiriku. Di sana tergeletak sepotong kaki yang di selubungi lalat dengan bau bangkai yang menyengat.
            “Ppp...Pa..Darmo?”, Ucapku tidak percaya. 

FIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hargai penulis dengan meninggalkan jejak berupa kritik atau saran.