
Pada saat itu, tugas lagi banyak-banyaknya jadi persiapannya
juga super mendadak. 1 hari sebelum praktek baru beli bahan-bahannya. Bahan-bahannya
emang engga susah dicari di pasar. So,
mendadak juga engga masalah. Hehe.
Tibalah waktu praktek. Sebelum praktek, Ibu Euis
udah ngomong nilai tergantung dari hasil proses fermentasi tape kelompok
masing-masing. Saat itu, gue yakin banget kelompok gue bakal berhasil
menghasikan tapi yang manis. Karena pembungkusannya sangat rapih. (lihat
gambar). Setelah proses pembuatan selesai, tinggal menunggu 3 hari.
Tiga hari kemudian, gue buka tapenya. Baunya udah
engga enak, ada benda putih-putih di sekitar toples. Entahlah benda apa itu. Pas
gue cobain, rasanya…. ASEM, PAHIT! Engga enak banget deh pokoknya. Gue kecewa. Kelompok
gue kecewa. Ternyata bungkus bagus sama sekali engga mempengaruhi isinya. Kelompok
lain yang bungkusnya tidak karuan bentuknya, tapi rasanya manis. Ironi sekali
memang.
Setelah itu kelompok gue nyusun laporan. Sementara gue
mikirin alasan untuk menyelamatkan nilai kelompok gue.
Nasib berkata lain. Ibu Euis tidak terpengaruh
dengan alasan yang sedikit asal. Akhirnya, kelompok gue dikasih nilai proses
saja. Tidak dengan nilai hasil.
Gue bisa petik satu pelajaran dari praktek itu. Yaitu,
kalau bikin tape bungkusnya acak-acakan aja biar hasilnya manis! Hehe.
Bungkus bagus belum tentu mencerminkan isinya, Kawan.
Tidak hanya pada manusia kalimat itu berlaku, tapi pada makanan juga.
See
you! Thank you!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Hargai penulis dengan meninggalkan jejak berupa kritik atau saran.